Selain desa-desa dengan nama unik di artikel sebelumnya, Indonesia juga
penuh dengan desa-desa yang sangat unik bahkan aneh dari kebiasaan
penduduknya atau dari desa tersebut itu sendiri. Berikut sepuluh desa
paling unik di Indonesia seperti yang dikutip dari Info Aneh,-
1. Desa Tanpa Kasur
Dusun kasuran adalah salah satu dusun yang yang ada di desa margodadi
kecamatan sayegan, sleman. Sepintas emang gak beda sama dusun yang laen
gan, tapi satu hal yang membedakan adalah mayoritas penduduknya gak
tidur diatas kasur.
Tradisi ini udah berlangsung turun-temurun sejak jaman nenek moyang,
dan gak cuma ditaati oleh orang-orang yang udah sepuh, tapi juga
orang-orang muda dan anak-anak. Meyoritas warga tidur hanya beralaskan
tikar atau dipan yang gak ada kasurnya.
Kebiasaan ini tentunya bukan tanpa alasan, mitosnya aturan agar warga
gak tidur diatas kasur merupakan perintah dari Sunan Kalijaga. Dusun
ini dulunya emang pernah disinggahi Sunan Kalijaga ketika melakukan
perjalanan untuk menyebarkan agama Islam. Sunan Kalijaga berjalan dari
Godean menuju arah utara, antara lain melewati Dusun Grogol dan
Tuksibeduk. Sampai di Kasuran sekitar pukul 13.00-14.00 Sunan Kalijaga
merasa sangat lelah. Kemudian dia meminta salah satu warga agar
menggelarkan kasur untuk istirahat.
Ketika akan melanjutkan perjalanan, Sunan Kalijaga berpesan agar
warga jangan sekali-kali tidur diatas kasur. Pesan tersebut masih
dilaksanakan sampe sekarang, bukan hanya buat penduduk asli tapi juga
buat penduduk baru.
Trus bagaimana kalo dilanggar? menurut pengakuan penduduk setempat biasanya akan terjadi hal-hal yang aneh. Seperti yang terjadi pada 11 orang mahasiswa yang sedang KKN di daerah ini, sebelumnya mereka udah diberitahu tentang peraturan tak tertulis yang dipercaya masyarakat, tapi gak tau apakah mereka bener-bener percaya atau hanya manggut-manggut tapi dalam hati menolak. Alhasil menjelang tengah malam 4 orang mahasiswa teriak-teriak histeris, teman-temannya mengira 4 orang ini masuk angin, setelah dipanggilkan dokter kondisi mereka tetap sama, setelah dipanggilkan sesepuh barulah mereka bisa tenang.
Kisah lain, salah satu warga Kasuran menidurkan anaknya yang masih
kecil di atas kasur. Tanpa diketahui sebabnya anak tersebut tiba-tiba
mengalami panas tinggi, menangis dan berteriak tanpa sebab yang jelas,
setelah ditidurkan di ‘jogan’ (lantai) baru berhenti menangis
2. Desa Tanpa Air Bersih
Lebih dari 40 tahun warga Pedukuhan Wangon, Desa Kubangsari, Kecamatan Ketanggungan, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, hidup tanpa air bersih. Mereka merasa hidup tak layak di negera merdeka. Desa yang berpenduduk lebih dari 2.255 jiwa ini hidup tanpa air bersih.
Air bersih bagaikan barang langka yang sulit didapat. Sementara
pemerintah daerah seolah menutup mata terhadap kesulitan warganya itu.
Konon katanya, desa ini kena kutukan karena ada seorang nenek nenek yang
meminta air minum ke warga desa tapi ga ada yang ngasih. Pemerintah
ingin segera membangun sumur bor untuk mendapatkan air bersih, sayangnya
hasilnya pun sia-sia.
3. Desa Kepiting
Sebuah perkampungan yang warganya mengalami kelainan fisik ditemukan di Dusun Ulutaue, Desa Mario, Kecamatan Mare, Bone, Sulawesi Selatan. Di sana, puluhan penduduknya menderita kelainan di jari kaki dan tangan. Mulai dari lanjut usia hingga bawah lima tahun, jari-jari mereka terbelah menjadi dua hingga mirip capit kepiting.
Di Dusun Ulutaue, baik anak-anak maupun dewasa memiliki jari terbelah
dua dan terkadang hanya memiliki tiga ruas jari. Alhasil, jika
difungsikan, jari mereka mirip dengan kepiting. Fenomena tersebut mereka
anggap sebagai kutukan bagi mereka yang berasal dari garis keturunan
yang sama.
Kendati demikian, mereka tak pernah malu dengan warga kampung lain.
Bahkan hal ini sudah menjadi hal biasa seperti takdir mereka. Bisa jadi,
keanehan tersebut terjadi lantaran asupan gizi yang kurang sejak usia
dalam kandungan. Maklum, pekerjaan mereka sehari-hari hanyalan nelayan.
Ironisnya, hingga sekarang belum satu pun tim medis atau pemerintah
setepat meneliti bahkan mengobati para penduduk di kampung itu. Akibat
keanehan pada jari-jari mereka, sebagian warga kampung lain ada yang
merasa jijik bergaul dengan mereka. Tak hanya itu, perkampungan mereka
pun diberi sebutan ‘Kampung Manusia Kepiting’ oleh warga setempat.
4. Desa Keterbelakangan Mental

Sebanyak 445 warga di tiga desa yakni Desa Patihan, Pandak, dan Sidoharjo, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, mengalami keterbelakangan mental atau idiot. Kondisi ini diyakini sudah terjadi sejak 1970-an. Saat itu terjadi kemarau berkepenjangan di lereng perbukitan Rajekwesi yang menjadi awal malapetaka kemiskinan.
Kepala Desa Karang Patihan Daud Cahyono menuturkan, sejak kemarau
menerjang, kondisi desa di sekitar perbukitan menjadi tandus dan
berkapur. Tak sedikit warga yang kekurangan gizi, kekurangan iodium,
sehingga menyebabkan kebodohan.
Kepala Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo Iman Sukmanto
membenarkan hal tersebut. Menurut dia, salah satu penyebab
keterbelakangan mental ratusan warga adalah kekurangan iodium yang
banyak terdapat pada garam atau kecap. Untuk menghindari agar kasus
idiot tidak berlanjut, Pemkab dan Dinkes Ponorogo terus melakukan
sosialisasi perbaikan gizi kepada masyarakat, termasuk pembagian garam
iodium gratis kepada seluruh warga.
Diharapkan generasi baru di kawasan tersebut tidak lagi mengidap
keterbelakangan mental. Pengidap idiot parah yang sudah berusia lanjut
dan tidak bisa beraktivitas sama sekali, Pemkab berencana memberikan
santunan berkala sampai penderita habis.
5. Desa Teletubbies
Dari kejauhan terlihat seperti kumpulan telur angsa raksasa. Entahlah, tapi itu yang aku rasakan ketika menginjakkan kaki di Dusun Ngelepen, Desa Sumberharjo, Prambanan, Sleman, Yogyakarta. Sebuah dusun unik yang tipe rumah warganya seragam dengan bentuk mblenduk-mblenduk (bulat sempurna).
Sangat Lucu dan unik memang, letak dusun yang berada di kawasan
pedesaan tradisional berpadu kontras dengan bentuk bangunan kontemporer.
Sekilas mirip perkampungan Hobbit di film The Lord of the rings. Secara
akademis sih dikatakan sebagai rumah domes, tapi oleh warga sekitar
lebih familiar dengan sebutan rumah Teletubbies, sebuah tayangan
anak-anak yang pernah popular di awal tahun 2000-an.
Jadi jangan heran jika anda akan kesulitan menemukan letak dusun ini
jika menanyakan dengan nama rumah domes. Nama Rumah Teletubbies jauh
lebih dikenal disini, warga setempat pun lebih bangga mengakui sebagai
warga kampung Teletubbies. Nampaknya labeling masyarakat telah berjalan
layaknya marketing alami disini.
Keberadaan Dusun Teletubbies di Ngelepen, Prambanan ini tidak bisa
dilepaskan dari bencana gempa bumi besar yang sempat meluluhlantakan
Yogyakarta pada 27 Mei 2006. Kala itu, ada satu daerah perbukitan yang
mengalami kerusakan total yakni Dusun Sengir, dimana tanah kampungnya
sempat ‘ambles’ sampai enam meter lebih. Karena sudah tidak layak huni
lagi, warga Dusun Sengir direlokasi ke perkampungan baru, yang kini
dikenal sebagai new Ngelepen.
Pemerintah waktu itu bekerja sama dengan World Association of
Non-governmental Organizations (WANGO) dan the Domes for the World
Foundation (DFTW) untuk membuat hunian desa baru dengan konsep rumah
domes. Setidaknya ada 71 bangunan dome di Ngelepen. Tiga diantaranya
berfungsi sebagai bangunan public seperti Mushola, Taman Kanak-kanak dan
rumah bidan. Dari luar memang terlihat sangat sempit, tapi ketika masuk
kedalam ternyata bangunan dome memiliki 2 lantai.
Bertahun-tahun setelah warga menetap di Rumah Dome, ternyata
kebiasaan alami sebagai petani masih sangat melekat kuat. Alhasil, dusun
dengan puluhan dome yang awalnya tertata sangat rapi dengan tanaman
hias yang seragam, makin kesini makin tidak seragam lagi. Tanaman hias
modern yang serasi dengan bangunan dome, diganti oleh sebagian besar
warga dengan pohon pisang, pohon jagung, pohon jambu dan sebagainya.
Alasannya biar lebih bermanfaat ketimbang memandang cemara atau palm
yang tak bisa diapa-apakan. Gubrak !!, emang sih bermanfaat , tapi
berasa seperti kebon pekarangan perkampungan desa pada umumnya.
Awalnya pasti warga Sengir berpikir keras untuk meninggali rumah dome
yang terlihat seperti rumah alien di planet berbeda. Alhasil tangan
alami mereka turut membentuk wajah dusun Teletubbies menjadi sangat desa
sekali. Emang gak boleh kalo Teletubbies pelihara ayam, tanam pohon
pisang atau jemur gabah di jalanan. Haha.
Memang, sungguh sangat unik Dusun Teletubbies ini. Terlebih rumah
dome ini merupakan satu-satunya kompleks rumah dome yang ada di
Indonesia, bahkan bisa dihitung dengan jari keberadaanya di dunia. Jika
anda tertarik mengunjunginya, akses menuju kompleks Dusun Teletubbies
ini terbilang mudah karena lokasinya tidak jauh dari obyek wisata Candi
Ratu Boko, Candi Ijo dan Candi Prambanan. Sehingga dapat anda masukkan
sekaligus dalam rencana perjalanan untuk mengunjungi kawasan candi-candi
tersebut. Perpaduan yang unik kan, setelah dari abad millenium ala
Teletubbies menuju era Tutur Tinular, jaman kerajaan ratusan tahun yang
lalu. Sungguh unik!.
6. Desa Pemakan Tanah
Di Tuban, sebuah desa di provinsi Jawa Timur Indonesia, tanah digunakan untuk membuat “ampo” snack krim yang dipercaya sebagai obat. Menurut Rasima, pembuat ampo di Tuban, tidak ada resep khusus untuk membuat snack yang aneh ini. Semua yang dia lakukan adalah mencari tanah yang bersih, bebas kerikil, di sawah-sawah di desa itu, ditumbuk ke blok yang keras, dengan menggunakan tongkat, dan gulungan mengorek tanah itu, dengan pisau bambu. Gulungan tanah tersebut kemudian dipanggang selama satu jam. Rasima kemudian membawa makanan tersebut ke pasar di desa tersebut, di mana dia mendapatkan sekitar $ 2 (Rp 20.000,-), untuk menambah penghasilan keluarganya.
Tuban adalah satu-satunya desa yang memakan tanah di planet ini. Ada
orang, di seluruh dunia, yang menikmati makan pasir, atau kaolin, tapi
tidak tanah yang dipanggang. Penduduk desa percaya ampo adalah pembunuh
rasa sakit yang alami, dan itu membuat kulit bayi lembut, jika dimakan
oleh ibu yang sedang hamil. Rasa ampo tersebut, “tidak ada yang
istimewa, rasanya dingin di perutku” kata salah satu penduduk setempat
Tuban, yang telah makan ampo, sejak dia masih kecil.
7. Desa Gigolo
Dengan langkah pasti, seorang anak muda memasuki kamar hotel. Usianya
kurang dari 20 tahun, namun profesinya cukup mencengangkan, pelaku seks
komersial pria alias gigolo. Kesulitan ekonomi selalu menjadi alasan
suburnya ladang kerja para gigolo muda tersebut.
Lantaran penasaran, penelusuran menuju daerah asal para gigolo muda pun dimulai. Dua desa kecil di kawasan Boyolali, Jawa Tengah, menjadi tujuannya. Di Desa Cabean, penduduknya beraktivitas layaknya penduduk desa kebanyakan. Warga bergotong-royong membuat keranjang ayam.
Lantaran penasaran, penelusuran menuju daerah asal para gigolo muda pun dimulai. Dua desa kecil di kawasan Boyolali, Jawa Tengah, menjadi tujuannya. Di Desa Cabean, penduduknya beraktivitas layaknya penduduk desa kebanyakan. Warga bergotong-royong membuat keranjang ayam.
Siapa sangka. Begitu senja turun, para pembuat keranjang ayam
menjelma menjadi “kucing” alias gigolo. Rata-rata pemuda “desa kucing”
merupakan pelajar putus sekolah. Melalui mucikari atau bekerja seorang
diri, mereka menjajakan diri di pinggiran jalan. Targetnya, tante girang
dan om senang. Terdapat juga salon yang beralih fungsi sebagai tempat
mempermak para gigolo. Warga dan perangkat desa sepertinya tidak
mengetahui aktivitas rahasia sejumlah pemuda desa. Terlepas dari itu
semua, para pemuda desa pastinya merasa sayang meninggalkan profesinya.
Menurut salah seorang pemuda berusia 18 tahun, ia dibayar ratusan ribu
rupiah untuk melayani om atau tante yang butuh pijat ekstra. Maksudnya
tentu saja pelayanan seks.
Desa lainnya yang menampung para gigolo muda adalah Desa Bakalan.
Letaknya di antara Boyolali dan Salatiga. Dengan kamera tersembunyi, tim
Sigi memasuki rumah seorang warga yang diduga sebagai kediaman makelar
gigolo muda. Rumah itu dikenal sebagai agency model salon. Tak butuh
lama bagi seorang makelar menyiapkan “kucing” belianya. Jika harga
disepakati, transaksi ditutup dengan hubungan seks di hotel atau lokasi
pilihan pelanggan. “Terus gimana” tanya seorang pelanggan. “Ya maksudnya
mesti ngajarin kalo dipegang-pegang…biasa. Tapi kalo main kan belum
terlalu tahu,” sahut si makelar. Inilah sepenggal percakapan yang
direkam tim Sigi dalam traksaksi gigolo di sebuah warung.
Selanjutnya, anak muda desa dibawa ke Semarang. Terdapat sebuah
tempat yang kerap disebut-sebut sebagai persinggahan para gigolo, yaitu
daerah Pos Ponjolo. Melalui makelar juga para gigolo dikenalkan dengan
nuansa kota seperti mal dan pusat perbelanjaan lainnya. Terbukti,
banyaknya remaja lelaki desa yang ingin mencoba dunia esek-esek tidak
lepas dari peran makelar yang mendatangi desa mereka. Namun ada juga
gigolo yang berani mempromosikan diri sendiri dengan mengirim kode
tertentu pada calon pelanggan. Para gigolo ini biasa nongkrong di taman
atau kafe. Bahkan, tak sedikit gigolo remaja yang memanfaatkan kemajuan
teknologi untuk mencari pelanggan.
Kisah sepak terjang seorang pemuda menjadi gigolo pernah diangkat ke
layar lebar oleh sutradara Dimas Djayadiningrat. Dalam film berjudul
Quickie Express yang dirilis pada 2007, Tora Sudiro memerankan pemuda
gigolo yang ingin hidup enak. Gigolo, sulit diberantas bukan berarti
harus dibiarkan begitu saja. Harus ada tindakan yang berarti untuk
mengurangi jumlah para gigolo. Keberadaan mereka bisa menciptakan
kondisi sosial yang kurang sehat di masyarakat.
8. Desa Hujan
Datanglah pada pagi hari saat berkunjung ke desa ini, karena ketika sore tiba, hujan selalu mengguyur desa sekalipun musim kemarau. Karena penduduk merasa kuatir saat sore tiba, desa ini pun diberi nama Kwatisore.
Kwatisore adalah sebuah desa di Taman Nasional Teluk Cendrawasih,
Nabire, Papua. Begitu tiba di muka desa, sebuah dermaga kayu yang kokoh
menyambut kedatangan setiap turis yang datang. Inilah pintu masuk Desa
Kwatisore.
Nama Desa Kwatisore memang cukup unik, diambil dari “Khawatir Sore”. Dinamakan demikian karena setiap sore desa ini selalu diguyur hujan, sekalipun musim kemarau. Unik bukan?
Jalanan yang ada di Desa Kwatisore sangat bersih. Begitupun dengan
udara di sana yang begitu bersih bebas polusi. Salah satu penyebabnya
adalah karena tidak ada kendaraan bermotor di desa ini. Jadi, udara
terbebas dari polusi asap kendaraan.
Lanjutkan terus perjalanan menyusuri Desa Kwatisore, jejeran rumah
yang tersusun rapi akan menambah sedap pemandangan desa ini. Jika
berkeliling pada sore hari, desa akan terlihat ramai dengan tawa riang
anak-anak yang asyik bermain.
Di malam hari, Desa Kwatisore menjadi sangat gelap gulita. Penerangan
begitu minim karena listrik di desa ini masih sangat terbatas. Tapi
justru pada malam harilah kehangatan warga desa terasa begitu kental.
Ada satu bangunan yang rutin dikunjungi seluruh penduduk desa pada malam hari. Letaknya tepat di tengah desa. Bangunan ini digunakan penduduk untuk menonton televisi bersama-sama. Di tempat inilah para warga bercengkrama, bertegur sapa. Kebersamaan begitu terasa kental.
Kebanyakan penduduk Kwatisore memiliki pekerjaan sebagai nelayan
tradisional. Mereka menggunakan kole-kole (longboat) untuk menangkap
ikan. Yang unik dan tak biasa dari desa ini adalah hewan peliharaan
penduduk. Beberapa penduduk Kwatisore memelihara rusa dan buaya muara.
Hii!
Lebih menariknya lagi, jika menengok ke pekarangan rumah, Anda bisa
melihat aneka anggrek khas papua banyak ditanam warga. Rupanya
anggrek-anggrek cantik ini diambil langsung oleh warga dari dalam
hutan.Jika ingin berkunjung ke desa ini, sebaiknya datang pada pagi
hari. Karena, pada siang hari gelombang perairan Teluk Cendrawasih cukup
tinggi.
9. Desa Terapung
Jayapura – Danau Sentani di Kabupaten Jayapura, Papua, punya 22 pulau mungil yang tersebar di dalamnya. 24 Desa adat mendiami pulau-pulau itu, salah satunya Desa Ayapo yang semua bangunannya terapung di atas air.
Jejeran rumah terapung itu mengintip dari kejauhan. Semakin dekat,
semakin terlihat bangunan-bangunan kayu yang berjejer rapi di pinggiran
pulau. Betapa masyarakat Sentani masih menjunjung danau itu sebagai
pusat kehidupan. Buktinya, semua rumah di Desa Ayapo menghadap danau
alih-alih daratan yang ada di belakangnya. Desa ini memanjang 2
kilometer. Penduduknya sekitar 700 orang. Dinding dan tiangnya terbuat
dari batang kelapa. Dulu atapnya dari daun sagu, tapi sekarang sudah
berganti jadi seng.
Walaupun tampak rapuh, rumah-rumah ini sangat kuat. Orang lokal
menyebut nama kayu Sua sebagai pondasi rumah itu. Kayu ini punya
ketahanan luar biasa. Semakin terkena air, semakin kayu itu tahan lama.
Kayu ini juga jadi pondasi jembatan terapung yang menghubungkan satu
rumah ke rumah lainnya.
10. Desa Bebas Asap Rokok
Desa pertama yang ada di Indonesia yang bebas asap rokok dan melarang warganya untuk merokok adalah Nagari (Desa) Sitiung, Kecamatan Sitiung Kabupaten Dharmasraya Provinsi Sumatera Barat. Dimana di desa ini telah dilakukan penerapan larangan merokok bagi warganya, bahkan warga yang tertangkap merokok disembarang tempat diberikan sanksi tegas dari desa.
Saat ini, penerapan Peraturan Nagari (Desa) telah dilaksanakan oleh
Pemerintah Nagari (Desa) dan masyarakat Sitiung dan ini perlu diajukan
jempol serta bisa dijadikan contoh bagi desa lain yang ada di Indonesia,
dimana pemerintah desa bersama-sama masyarakat memerangi rokok dan
bertekad menjadi desa bebas asap rokok.
Dalam hal ini, pemerintah desa bersama Bamus membuat peraturan Desa
untuk diterapkan ke masyarakat yakni menjadikan desa Sitiung bebas dari
asap rokok dan menetapkan kawasan bebas asap rokok serta memberikan
penghargaan kepada masyarakat yang semula merokok dan telah menyatakan
tidak merokok lagi.