17 Oct 2015

7 Anak Manusia yang Diasuh oleh Anjing dan Serigala.

Seperti kita ketahui, binatang tidak memiliki akal dan pikiran. Jika dipikri kembali, hewan liar akan melakukan apapun untuk bertahan hidup, termasuk memangsa manusia.
Itu sudah menjadi hukum rimba, naluri untuk menyerang dan memangsa manusia ada di dalam benak hewan-hewan liar. Namun tidak ada yang pernah menyangka bahwa dibalik semua itu, ada juga binatang yang memiliki hubungan erat dengan manusia. Mengesampingkan naluri liar untuk memberikan kasih dan sayang. Benar atau tidak, sedikit-banyak binatang liar memiliki naluri baik terhadap menusia.
Jika Anda familiar dengan kisah di atas, itu karena penggalan kisahnya berasal dari cerita fiktif mendunia: Tarzan. Kisah yang sudah diadaptasi ke berbagai media, dengan adaptasi film animasi Disney menjadi penuturan yang paling dikenal.
Namun pada kenyataannya, kisah anak manusia yang dibesarkan oleh hewan bukan buat-buatan. Di berbagai belahan bumi, hingga zaman ini, ada anak-anak ‘liar’ yang dibesarkan oleh anjing dan serigala.
Serupa dengan Tarzan yang berjalan dengan empat tungkai dan suka memukul-mukul dada seperti gorila, mereka juga meniru tingkah laku hewan, seperti cara mereka makan. Namun, tak seperti kisah manusia rimba, mereka harus menjalani cara yang keras untuk terus menjalankan kehidupan. Kisah mereka dimulai dari rentetan tragedi kemiskinan, kekerasan, dan penelantaran.
Seperti yang dikutip dari liputan6.com, Proyek dari seniman Julia Fullerton-Batten menampilkan gambar-gambar yang menceritakan kisah para ‘anak liar’.
“Ada dua skenario berbeda –satu ketika si anak berakhir tinggal di hutan, dan yang lainnya dimana mereka diterlantarkan di rumah sendiri. Mereka ditinggalkan dan disiksa, sehingga menemukan kenyamanan dari hewan ketimbang dari keluarga sendiri,” ungkap Fullerton-Batten kepada BBC Culture.
Gambar-gambar dari Fullerton-Batten terkesan seperti penggalan kisah film fantasi, namun kisah di baliknya adalah kisah nyata. Dari 1959 sampai 2013, ada tujuh anak-anak yang kisahnya dirangkum dalam fotografi bercerita. Inilah kisah anak-anak ‘liar’ tersebut.

Oxana Malaya, Ukraina, 1991.
Oxana lahir pada November 1983. Pada usianya ke-8, ia ditemukan sebagai ‘anak liar’ di Ukraina– menjalani hari-harinya selama bertahun-tahun dengan kawanan anjing.Kedua orangtua Oxana merupakan pencandu alkohol dan hampir-hampir tidak pernah memedulikannya.

Suatu malam, mereka meninggalkannya di luar rumah. Kedinginan, Oxana merangkak ke dalam sebuah kandang anjing petani, berdekatan dengan kawanan anjing liar yang menyelamatkan hidupnya. Ia tinggal bersama para anjing, berjalan dengan keempat tungkai, bahkan terengah-engah dengan mengeluarkan lidahnya, serta menggonggong.
Karena kurangnya interaksi manusia, ia hanya dapat mengatakan “ya” dan “tidak”. Kini, Oxana tinggal di sebuah klinik di Odessa, bekerja dengan hewan pertanian milik rumah sakit.

Shamdeo, India, 1972
Saat Shamdeo dibawa ke desa Nayanpur, penduduk memperhatikan ia memiliki tabiat tak seperti manusia pada umumnya. Ia suka tempat gelap, memiliki kesukaan pada darah, mudah akrab dengan serigala– serta suka makan ayam mentah dan tanah.

Shamedo tidak bisa bahasa manusia, namun bisa melakukan sedikit bahasa isyarat.
Dikutip dari Prezi.com, ketika ia ditemukan di hutan Musafrikhana, 20 mil dari Sultanpur, India pada tahun 1972. Dalam usianya yang ke-4 ia terlihat sedang bermain dengan anak-anak serigala. Kemiripan perilaku dengan hewan sejenis serigala dan anjing bukan hanya dari tabiatnya, namun juga secara fisik. Orang-orang memperhatikan ia memiliki gigi tajam, kuku menyerupai cakar, dan kulit yang menebal.
Kemungkinan kehidupan liar tidak membuat kesehatannya terjaga. Ia meninggal di usia yang masih sangat muda di tahun 1985.

Marina Chapman, Colombia, 1959
Kisah Marina dirangkum dalam buku ‘The Girl With No Name’ –Gadis Tanpa Nama. Marina diculik pada tahun 1954 ketika berusia 5 tahun. Selamat dari penculiknya, Marina tersesat di hutan Amerika Selatan.

Dalam bertahan hidup, Marina tinggal dengan kawanan monyet capuchin, sebelum ditemukan oleh sekelompok pemburu. Dalam kurun waktu 5 tahun sifatnya berubah menyerupai hewan primata tersebut. Ia makan buah-buahan, akar pohon, dan pisang.
Para monyet tidak memberinya makanan, ia belajar bertahan hidup sendiri dengan insting dan keterampilannya. Ia meniru sifat para monyet dan mereka pun menerimanya. Bahkan sesekali para monyet mencari kutu di rambutnya.
Chapman kini masih hidup, sebagai manusia seutuhnya. Ia tinggal di Yorkshire dengan seorang suami dan dua anak. Karena kisah yang tidak biasa ini, orang-orang awalnya tidak percaya.
Kemudian, melalui proses rontgen, diikuti dengan penelitian terhadap tubuhnya, kisah ini dinyatakan mungkin terjadi.

John Ssebunya, Uganda, 1991
Pada usianya yang ke-3, John menyaksikan pemandangan mengerikan di rumahnya sendiri. Ayahnya membunuh perempuan yang melahirkannya. Merasa syok, ia langsung berlari ke hutan terdekat– di sana, ia bertemu dengan kawanan monyet vervet.

John ditemukan dalam 3 tahun kemudian, dan ditempatkan di panti asuhan. Akhirnya, John bisa berbicara, bahkan menjadi anggota grup paduan suara anak-anak Pearl of Africa.

Madina, Rusia, 2013
“Anak-anak liar yang bertingkah aneh seringkali menjadi sumber dari rasa malu dan rahasia keluarga atau komunitas,” tulis Mary-Ann Ochota dalam Telegraph. “Ini bukan cerita The Jungle Book, ini adalah contoh ekstrem dari dampak penelantaran dan kekerasan. Kombinasi tragis dari kecanduan obat terlarang, tindak kekerasan, dan kemiskinan– anak-anak ini dilupakan, diabaikan, dan disembunyikan.”

Madina tinggal bersama kawanan anjing sejak lahir sampai usianya tiga tahun. Ia berbagi makanan dengan mereka, bermain bersama, bahkan tidur bersama kawanan anjing ketika musim dingin tiba. Saat pekerja sosial menemukannya di tahun 2013, ia tidak mengenakan pakaian, berjalan dengan keempat tungkai, dan menggonggong seperti anjing.
Ayahnya menelantarkannya ketika ia baru lahir, dan ibunya adalah pecandu alkohol. Keseharian mabuk membuat mereka tidak mampu mengurusnya. Saking tidak peduli terhadap anaknya, mereka membiarkan ketika melihatnya menggerogoti tulang di lantai bersama anjing.
Madina dibawa oleh petugas, dan setelah apa yang dilaluinya, ia dinyatakan sehat secara fisik dan mental.

Sujit Kumar, Fiji, 1978
Sujit berusia 8 tahun saat ia ditemukan di pinggir jalan. Tingkah lakunya menyerupai ayam, berkotek dan mengepak-ngepakkan tangannya.

Ia makan di atas tanah dan mengambilnya dengan mulut sambil berjongkok di kursi layaknya burung bertengger, dan membuat bunyi berkotek dengan lidahnya.
Pada masa kanak-kanak, Sujit ditinggal kedua orangtuanya dalam usia masih muda. Ibunya bunuh diri pada tahun 1977– menyusul kematian ayahnya 4 tahun kemudian. Kakeknya kemudian mengambil tanggung jawab mengurusnya, namun ia dikurung dalam kandang ayam.

Elizabeth Clayton dari The Happy Home Trust menemukannya– ia kini hidup sehat dan sejahtera. Hingga kini, Sujit terus menerima dukungan untuk kembali belajar bersosialisasi. Serta menjalani rutinitas kehidupan seperti mandi dan berpakaian. Perlu usaha lebih, karena tidak bisa belajar bicara. Namun ia kini sudah mampu bersikap sopan dengan sesama manusia.

Ivan Mishukov, Rusia, 1998
Ivan lari dari rumah ketika masih berusia 4 tahun– bertahan hidup dengan mengonsumsi makanan bekas. Berkawan dengan sekumpulan anjing liar, pada kahirnya ia menjadi pemimpin kawanan.

Ia tinggal di jalan selama dua tahun, sebelum dibawa ke penampungan anak. Dalam buku Savage Girls and Wild Boys: A History of Feral Children –Gadis Buas dan Pemuda Liar: Sejarah Anak-anak Liar, Michael Newton menuliskan: “Hubungan ini bekerja dengan baik, lebih baik dari yang dialami Ivan dengan sesama namusia. Ia memohon minta makan, dan membaginya dengan kawanan. Sebagai timbal balik, ia tidur berangkulan dengan mereka pada malam musim dingin.
Kisah Ivan mengungkapkan makna yang lebih dalam, mengingat ia lari dari rumah, bukan ditinggal karena keadaan keluarganya. Hal ini membuktikan, bahwa terkadang, kota juga bisa menjadi tempat yang tidak aman dibandingkan hutan.

LANGSUNG SHARE KE MEDSOS...