11 Apr 2017

Halo Selingkuhan Suami Saya.


Halo Mbak yang memacari suami saya. Nggak risih gitu Mbak?


Santai Mbak, saya nggak berusaha nge-judge Mbak kok, apalagi merebut kembali mantan suami saya. Dia boleh buat Mbak kok, saya rela. Saya menulis ini buat Mbak-mbak yang lain yang sedang atau berpikiran untuk memacari pasangan orang. Selingkuh itu mahal lho.

Buat saya yang diselingkuhi, kisah asmara kalian membuat saya rugi:

-1588 hari bersamanya. Ini jumlah hari saya bersama mantan suami, dari kami pertama bertemu sampai saat saya pergi dari rumah.

-216 weekend bersama anak-anaknya. Ini kurang lebih jumlah weekend plus hari libur yang kami habiskan bersama anak-anaknya.

-5 hari ulang tahun, 4 hari natal, 5 hari Ayah, 3 Thanksgiving.

-Sekian banyak mainan, buku cerita, baju, tiket nonton/game, bentuk-bentuk hadiah atau hiburan lainnya untuk dia dan anak-anaknya.

-Sekian banyak amarah, kesedihan, frustasi, tangisan yang saya alami, serta yang dia alami dan berusaha saya bantu tanggung

-Karir saya, karena saya berhenti kerja demi persiapan pindah untuk bersamanya

-Keluarga dan teman-teman saya, yang juga harus saya tinggalkan

-Umur saya, yang jelas nggak bertambah muda

Pasangan saya adalah investasi saya untuk masa depan yang saya rawat dengan baik dan benar, dan Mbak dengan sukses menjebolnya. Bangga Mbak?

Iya, Mbak tahunya dari mantan suami saya bahwa saya tidak cinta lagi sama dia, bahwa hubungan kami sudah tidak terselamatkan, bahwa kami akan bercerai. Mbak jelas nggak tahu kalau:

-Saat kalian bertemu saya yang membelikan tiket pergi ke kota Mbak, karena saya takut dia sebagai orang asing ditipu di negara orang

-Saya sibuk dag dig dug berharap dia baik-baik saja karena jarang dengar kabar dari dia saat seminggu dia di kota Mbak, alasannya sih ga dapat sinyal

-Keluarga saya yang walaupun nggak mengerti kenapa dia pulang kampung tanpa saya tetap menyambutnya dengan hangat

-Saya mengirimkan bunga ke makam ibunya untuk Hari Ibu plus bunga untuk ibu-ibu anak-anaknya, saat dia asyik masyuk dengan Mbak di negara asal saya

-Sebelum dia pergi untuk liburan (baca: selingkuh) dan sampai saya minta cerai, saya masih tinggal serumah dengannya, masih menjalankan hubungan suami istri normal; walaupun dia bilang ke Mbak saya hanya datang untuk minta ‘jatah’.

-Setelah kalian ‘berteman’ di Facebook (yang saya nggak tahu), saya masih: membawa dia kencan ke resto cihui untuk merayakan hari jadi kami, menyiapkan kukis ulang tahun untuknya, sampai membelikan hadiah Hari Ayah untuk dia dan anaknya plus dinner seru lengkap dengan penari Samba. Yang Hari Ayah ekstra spesial karena 3 hari sebelumnya saya menemukan bukti perselingkuhan kalian.

Kebayang nggak Mbak jadi saya? Kebayang nggak saya menemukan “Baby I miss you” di Facebook dia? Kebayang nggak saya membaca “I love your son” dari Mbak? Saya lho Mbak yang disitu bersama dia, yang mengeloni anak-anaknya, dan Mbak nggak ada angin nggak hujan bisa dengan entengnya bilang ‘Love your son’? Kebayang nggak saya yang mati-matian minta dia melepas Mbak, berusaha mengingatkan soal anak-anaknya? Kebayang nggak anak-anaknya yang bingung karena ibu tirinya mendadak hilang, dan tiba-tiba ada yang baru dijejalkan ke mereka? Ini hasil selingkuhan Mbak. Ini keluarga yang hancur karena pilihan Mbak. Puas, Mbak?

Iya sih setelahnya Mbak minta maaf ke saya, tapi kok Mbak nggak mikir sih saat Mbak belum ketahuan? Buat apa sih memangnya, Mbak? Nggak malu gitu? Jangan pakai alasan Mbak masih kecil, Mbak ditipu mantan suami saya dan sebagainya. Sebagai penulis tulisan saya bisa dibaca publik, Mbak bahkan nggak perlu repot stalking saya untuk tahu siapa saya. Kalaupun nggak ada info tentang saya, Mbak bisa dong berpikir dari pihak perempuan, bagaimana rasanya kalau terjadi pada Mbak. Bedanya saya dengan Mbak adalah, saat ketahuan Mbak berujar: “Kenapa dia bisa tahu tentang saya?”, kalau saya akan berujar: “Kok dia bisa baru tahu tentang saya?”. Ketahuan kan mana yang lebih superior?

Dan ini adalah sesuatu yang akan dibawa sampai seterusnya lho Mbak: cap perusak rumah tangga orang, cap perempuan rendahan. Orang-orang yang tahu cerita aslinya akan melihat Mbak dengan rendah, dan ini termasuk keluarga dan teman dekatnya. Yang nggak tahu tapi kepo dan berhasil menemukan blog saya bisa membaca artikel-artikel mengenai perceraian saya yang saya tulis sebagai bentuk terapi. Dan seringkali ya Mbak, nggak penting siapa yang benar, yang penting siapa yang berbuat skandal. Walau Mbak selingkuh atas nama cinta, tetap saja selingkuh dan lidah akan bergoyang. Nggak selingkuh pun kita wanita perlu menjadi benar-benar super untuk mengalahkan bayangan si mantan pacar/istri, apalagi selingkuh.

Buat [para] Mbak yang sudah terlanjur didalamnya, tulisan ini mungkin percuma. Tapi buat Mbak-mbak yang lain yang berniat, dipikir lagi deh. Apa iya menghancurkan perasaan wanita lain (dan sebuah keluarga) itu seharga cinta yang akan anda dapatkan? Apa iya rasa malu dan hinaan orang lain seharga cinta tersebut? Kalau benar cinta kan nggak kemana, dan bisa menunggu sampai si dia benar-benar single (putus/cerai dari pasangannya). Apalagi yang pasangannya track recordnya doyan selingkuh. Rugi kan, sudah dosa karena berbohong dan melukai perasaan orang lain, seumur hidup dicap perempuan nggak benar, eh hubungannya nggak bertahan juga. Menuntut kepastian demi harga diri kalian itu jauh lebih baik lho, Mbak-mbak sekalian.

Kata orang urusan begini jangan diumbar, tapi buat saya ini penting. Biasanya kita hanya tahu “Si A dan Si B bercerai karena si A selingkuh,” tapi tidak ada yang tahu detail yang terjadi saat itu. Ini yang sebenarnya terjadi saat anda memutuskan berselingkuh. Akan ada orang-orang yang hanya membaca berita ini sebagai skandal sensasional, tapi akan ada, dan ini target saya sebenarnya, orang-orang yang membaca ini dan bisa mengerti mengapa selingkuh itu salah. Orang-orang ini akan mengedepankan harga diri mereka dan bilang ‘tidak’ pada tawaran selingkuh, baik pria maupun wanita, dan akan mengingatkan anak-anak mereka untuk tidak berselingkuh, terutama anak gadis. Kenapa? Karena kita perempuan yang paling terlihat jelek saat berselingkuh.

Balik lagi ke Mbak tersayang, selamat dan semoga hidup Mbak bahagia. Terlepas dari semua kepahitan saya, saya membuang seorang suami yang tidak setia dan hidup single dengan ceria. Walau di negara orang, saya mampu mencapai kebebasan finansial (baca: hidup kere tapi asyik) sambil menikmati lirikan-lirikan dari para pria tampan disini. Bisa kok meraih kebahagiaan tanpa bantuan orang lain, dan jelas tanpa merebut kebahagiaan orang lain. Sukses ya Mbak, perjuanganmu masih panjang dan berat. Berjuanglah!!

*Update*
Saat ini (6 am Mar 7 2017 LA time) artikel ini sudah hampir 21k dibaca. Whoaaaa!!! Terima kasih banyak atas semua dukungannya!!!! Kalau boleh aku mau nambahin:

1) Artikel ini bukan untuk 'menyerang' si Mbak, tapi untuk memberitahu dan menguatkan para pembaca diluar sana. Jadi nggak usah penasaran kayak gimana sih mantan suami dan si mbak hihihi. Kalau tujuan saya jahat saya kasi semua link sosmednya dari awal ;)
2) Saya juga ga ngulik 'Kenapa' atau alasan mereka, karena tiap orang punya alasan masing-masing dan karena kita nggak di posisi mereka kita nggak bisa ngejudge. Jadi please jangan ngejudge :* .
3) In fairness, si Mbak ini sudah minta maaf dan menawarkan mundur, tapi saat itu saya sudah babak belur dan ga bisa lagi (secara nurani) untuk menerima suami saya kembali. Saya tetap menghargai usaha dia untuk memperbaikinya :)

Jadiiii.... Mari kita perlakukan tulisan ini sebagai mana tujuan aslinya: untuk menginfokan dan menguatkan. Nggak usah bawa-bawa yang lain oceee. Love you all! 


LANGSUNG SHARE KE MEDSOS...